08 Maret 2019

NU MERESPON TIGA HAL

Nahdlatul Ulama (NU) lahir sekurang-kurangnya merespon 3 hal:




"Pertama, merespon kolonialisme. Kedua, merespon gerakan wahabi di Arab Saudi yang kala itu ingin meratakan makam Rasulullah dan situs-situs islam yang ada di Saudi. Ketiga, NU merespon wacana keindonesiaan dan keislaman," kata Mukti Ali Qusyairi, Ketua Umum Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU DKI Jakarta pada acara "Refleksi Akhir Tahun Tragedi Kemanusiaan di Palestina dan Yaman." Acara diselenggarakan di komplek Rumah Jabatan Anggota DPR RI, Jakarta, 30 Desember 2017. 

Terkait hubungan NU dengan Yaman dan Palestina, Mukti Ali mengatakan organisasinya akan tetap menjadi bagian dari anti kolonialisme kapanpun dan di manapun bukan hanya di Indonesia tapi juga Palestina dan Yaman. “Palestina dan Yaman bagi kita seperti satu tubuh. Anggota tubuh yang satu terluka maka anggota tubuh yang lain merasakan sakitnya. Mudah-mudahan tragedi kemanusiaan ini segera selesai. Yaman terbebas dari invasi Arab Saudi dan sekutunya, dan Palestina segera akan mendapatkan kebebasannya,” imbuhnya.

» Kenapa Arab Saudi menyerang Yaman padahal sama-sama Muslim?

Mukti Ali mengatakan, negara yang lahir dari kolonialisme akan menjadi bagian dari kolonialisme.

“Dalam sejarah lahirnya, Saudi di-backup dan didukung oleh kolonialisme Inggris. Lalu pada perkembangannya menjadi besar dan sekarang menjadi kekuatan kolonial dan bahkan menjadi bagian dari kolonialisme itu sendiri. Kita tahu Arab Saudi memberikan pangkalan militer Amerika Serikat. Kita tahu Arab Saudi mendukung invasi militer Amerika serikat dan sekutunya ke Irak. Dan terakhir Arab Saudi sedang mempertontonkan kekerasan dan kekejamannya dengan menghabisi tetangganya yaitu Yaman. Negara yang lahir dari kolonialisme akan menjadi bagian dari kolonialisme, sedangkan NU lahir dari anti kolonialisme dan besar pun akan tetap menjadi gerakan anti kolonialisme,” ungkap Mukti Ali.

» Negeri Yaman dalam kondisi kritis


Pada kesempatan yang sama, Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) melaporkan, 90 persen dari total sekitar 25 juta penduduk Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan akibat serangan dan blokade yang dilakukan Arab Saudi. “Dari data itu, 17,8 juta di antaranya kekurangan makanan dan minuman, dan 2 juta orang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena serangan bom dan sebagainya,” kata Muhammad Isa, perwakilan UNHCR Indonesia.
Lebih lanjut Isa mengatakan apa yang terjadi di Yaman merupakan krisis kemanusiaan yang luar biasa. “Terjadi wabah kolera dan difteri, selain karena serangan, blokade Arab Saudi membuat vaksin dan bantuan obat-obatan tidak bisa masuk ke Yaman. Selama konflik terjadi 60 ribu orang terbunuh atau terluka,” ungkapnya.

Begitu parahnya kondisi Yaman, menurut Isa, sehingga bantuan yang diberikan dari organisasi maupun negara-negara lain tidak bisa memenuhi apa yang dibutuhkan rakyat Yaman saat ini. Ia juga menyayangkan minimnya pemberitaan dan perhatian dunia internasional atas tragedi kemanusiaan di sana. Isa berharap pada momen refleksi akhir tahun yang diselenggarakan Komite Solidaritas Palestina dan Yaman (KOSPY) ini, serangan dan blokade Arab Saudi di Yaman segera dihentikan dan rakyat Yaman bisa hidup normal kembali!

Akhir tahun 2017 juga menandai 100 tahun penjajahan Israel di tanah Palestina sejak Deklarasi Balfour (pihak Inggris menyerahkan tanah Palestina kepada orang-orang Yahudi, 2 November 1917). Di penghujung tahun ini pula dunia internasional dikejutkan dengan keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan itu kemudian memicu gelombang protes  dan kecaman dari masyarakat dunia.


#Refleksi Akhir Tahun Tragedi Kemanusiaan di Palestina dan Yaman.

\

SAHROJI,S.Pd.I

CALEG DPRD PROVINSI JATENG
DAPIL BREBES,TEGAL DAN KOTA TEGAL
PARTAI PKB
NOMOR URUT 11